Show Force-nya Pemuda dan Rakyat Indonesia di Jakarta
Oleh: Oktav Primas Aditia | Guru Sejarah SMKN 22 Jakarta
Tepat 78 tahun yang lalu, pada tanggal 19 September 1945 atau sekitar sebulan setelah dibacakannya Proklamasi kemerdekaan Indonesia yang dibacakan oleh Ir.Soekarno, para pemuda serta warga yang tinggal di Jakarta bahkan dari beberapa daerah lainnya berkumpul bersama-sama ke lapangan IKADA (Ikatan Atlet Djakarta). Pada hari itu dari mulai pagi hari gelombang massa yang berjumlah sekitar 200.000 berduyun-duyun ke lapangan yang kini berdiri Monumen Nasional (MONAS), menariknya walaupun jumlah masa mencapai ratusan ribu, tidak ada satupun terdengar letusan dari senjata Pasukan Jepang dan kerusuhan, mereka berkumpul tentunya bukan hanya untuk kumpul-kumpul saja, tapi ada tujuan, apa tujuan mereka berkumpul disana?
Image 1: Presiden Soekarno tampil pertama kali dimuka umum pada 19 September 1945 (sumber: https://www.ngopibareng.id/read….)
HAMPIR SELURUH LAPISAN MASYARAKAT MENDUKUNG KEMERDEKAAN INDONESIA
Seperti apa yang digambarkan oleh Frances Gouda dalam bukunya yang berjudul Indonesia Merdeka karena Amerika?, setelah Proklamasi Kemerdekaan Indonesia dibacakan oleh Soekarno di Jalan Pegangsaan Timur, seakan akan menjadi semacam mantera sakti yang membangkitkan semangat dan aksi heroik orang-orang Indonesia. Mereka yang dahulu takut menghadapi langsung Belanda maupun Jepang, tiba-tiba saja rasa takut itu hilang seketika, mereka berani mengangkat kepalan tangan dan memekikan “MERDEKA!!!”. Sebuah eforia yang luar bisa besarnya.
Proklamasi kemerdekaan Indonesia disambut oleh rakyat Indonesia dengan bermacam-macam bentuk. Seperti contoh pada tanggal 18 Agustus 1945 tanpa keraguan, Sultan Hamengkubowono IX langsung mengucapkan selamat atas terbentuknya Negara Kesatuan Republik Indonesia dan dilanjut pada tanggal 20 Agustus 145, beliau mengirim telegram kepada Presiden Soekarno yang berisi kesanggupan beliau untuk berdiri dibelakang pemimpin yang baru (Soekarno-Hatta). Selanjutnya pada tanggal 19 Agustus 1945 berdirilah pemerintahan RI di Semarang, lalu di Surabaya pada tangal 3 September 1945, setelah itu diikuti oleh Bogor pada awal bulan Oktober 1945.
Para pegawai jawatan-jawatan Pemerintahan Pendudukan Jepang disertai dengan anggota Polisi mengadakan konferensi pada tanggal 30 Agustus 1945 di Jakarta juga menyatakan sebagai pegawai dan Polisi Indonesia. Sejak itulah mereka mulai mengambil alih kantor-kantor pemerintahan dari tangan Jepang. Penduduk Tambak Sari Surabaya pada tanggal 11 September 1945 mengadakan rapat besar, disusul kemudian di Pasar Turi pada tanggal 17 September 1945. Kedua rapat besar ini pemuda berseru untuk segera kekuasaan diambil alih dari pihak Jepang. Tidak hanya di Pulau Jawa, pada tanggal 6 Oktober di Medan dilaksanakan rapat besar disertai dengan pengumuman resmi Proklamasi Kemerdekaan.
Para pemuda di Jakarta juga tidak mau kalah, para pemimpin pemuda di Jakarta berencana untuk melakukan rapat besar di lapangan Ikada pada tanggal 19 September 1945, diwaktu yang sama sebetulnya di Surabaya sedang terjadi peristiwa insiden di Hotel Yamato, dimana pemuda melakukan aksi protes akibat pengibaran bendera Belanda di Hotel tersebut sehingga dikenal dengan peristiwa perobekan bendera marah putih biru dan menimbulkan korban jiwa dipemuda Surabaya.
Beberapa peristiwa diatas menunjukan betapa heroiknya para pemuda dan rakyat Indonesia mendukung kemerdekaan Indonesia yang memang sudah lama diidam-idamkan. Ibarat sebuah keran yang sudah lama disumbat, dan akhirnya sumbatan itu terlepas maka mengalir deraslah airnya.
KOMITE VAN AKSI BERAKSI
Pembentukan Komite van Aksi merupakan salah satu reaksi para pemuda dalam mendukung kemerdekaan Indonesia. Komite van Aksi ini dibentuk pada tanggal 2 September 1945 di Jalan Menteng 31, sekarang lokasi itu menjadi sebuah museum yang bernama Gedung Juang 45. Komite ini diprakarsai oleh 11 orang pemuda seperti Sukarni, Chaerul Saleh, A.M. Hanafi, Wilkana, Adam Malik, Pandu Kartawiguna, Armunanto, Maruto Nitimihardjo Kusnaeni, dan Djohar Nur. Mereka kemudian mendesak kepada pemerintah agar dibentuk KNIP, PETA, dan Heiho menjadi Tentara Rakyat Indonesia (TRI), serta pembentukan beberapa organisasi pemuda seperti, Barisan Pemuda, Barisan Buruh, dan Barisan Tani. Komite ini pun memprakarsai terjadinya peristiwa Rapat Raksasa Ikada.
Rapat besar ini diselenggarakan dengan dua cara, yaitu persiapan pengerahan massa dan penyampaian rencana itu kepada Presiden dan Wakil Presiden. Sehingga rapat ini dapat dikatakan bersekala nasional dikarenakan dihadiri oleh Presiden dan Wakil Presiden, walaupun Soekarno pada saat itu agak khawatir dengan kegiatan ini. Soekarno sempat mengkhawatirkan keamanan kegiatan berlangsung, sebab walau Jepang sudah menyerah kepada sekutu, namun kekuatan Jepang di Jakarta khususnya masih ada, apabila Jepang bersikap bermusuhan dan mengahalang halangi, pasti akan menimbulkan malapetaka, bagaimana tidak, ribuan massa akan berhadap-hadapan langsung dengan tank dan bayonet-bayonet tentara Jepang yang menjaga lapangan tersebut.
Masalah yang rumit ini bahkan dibicarakan dalam sidang kabinet yang bertempat dikediaman Soekarno. Para pemimpin pemuda menegaskan bahwa rapat besar ini tidak boleh dibatalakan, walaupun kondisi di Lapangan Ikada sudah dijaga ketat oleh barikade tentara Jepang dengan senjata lengkap disertai dengan tank-tank mereka. Ini adalah kondisi yang sangat menegangkan sekali sebab bisa saja sewaktu-waktu pertumpahan darah besar akan terjadi disini karena sudah sekitar 250 ribu masyarakat telah membanjiri wilayah sekitar lapangan Ikada.
Akhirnya sidang kabinet memutuskan agar para pemimpin datang untuk datang ke Lapangan Ikada. Presiden dan Wakil Presiden serta para menteri menuju ke Lapangan Ikada yang telah berkumpul ratusan ribu massa yang tengah berhadap-hadapan dengan tentara Jepang, bahakan mobil Presiden dan Wakil Presiden pun sempat ditahan oleh komandan Jepang. Sehingga mereka saling mengadakan pembicaraan, kemudian diijinkan untuk melanjutkan perjalanan.
Sesampainya para pemimpin negara tiba di Lapangan Ikada, mereka disambut riuh oleh para peserta dan massa rapat besar ini. Soekarno segera berjalan menuju podium yang telah disediakan. “Saudara saudara, kita akan tetap mempertahankan kemerdekaan kita. Kita tidak akan mundur satu patah katapun! Saya mengetahui saudara saudara berkumpul disini untuk melihat presiden saudara-saudara dan untuk mendengarkan perintahnya. Nah, apabila saudara-saudara masih setia dan percaya kepada presiden mu, ikutilah perintah pertama yang pertama! Tinggalkan rapat ini sekarang juga dengan tertib dan teratur dan tunggulah berita dari pemimpin di tempatmu masing-masing. Sekarang, Bubarlah. Pulanglah saudara-saudara dengan tenang”. Itulah pidato dan perintah singkat dari Soekarno, dan dengan tertib akhirnya para masa yang sudah menunggu dari dini hari meninggalkan lokasi rapat ini dengan tertib, seperti apa yang diperintahkan oleh Soekarno.
Rapat besar Ikada ini dibuat ditujukan untuk mempertemukan rakyat dengan presidennya dan sekaligus Show Force kepada Gunseikanbu (pemerintah Jepang) yang terus mengotot untuk mempertahankan status quo, serta menunjukan kepada pihak luar bahwa rakyat Indonesia memang siap dan pantas untuk merdeka. Kegiatan ini terhitung sukses, karena agenda yang diinginkan dapat tercapai. Seperti itulah kira-kira kondisi Rapat Besar Ikada yang berlangsung pada tanggal 19 Sepetember 1945.
REFLEKSI
Peristiwa bersejarah ini merupakan sebuah peristiwa yang dapat kita ambil nilai-nilainya, seperti keberanian dalam menanggung resiko. Dalam mencapai hal kita cita-ciatakan pastilah harus diiringi oleh perjuangan dan perjuangan memerlukan keberanian walaupun memiliki resikonya masing-masing. Tidak pernah ada ceritanya dalam menggapai cita-cita tanpa diiringi dengan usaha dan perjuangan. Perjuangan dan keberanian inilah yang bisa kita ambil dari peristiwa ini.
Berikutnya pentingnya membangun kepercayaan. Jalinan kepercayaan antara pemimpin dengan anak buah, yang tua dengan yang muda sangatlah penting. Ketika jalinan kepercayaan ini terbentuk maka akan menghasilkan tujuan yang optimal. Kita dapat melihat peristiwa Ikada ini, apabila Soekarno tidak percaya bahwa rakyatnya akan tertib maka mungkin Soekarno tidak akan hadir dan bisa saja bentrokan antar massa dengan tentara Jepang akan terjadi karena rasa kecewa atas ketidak hadiran pemimpinnya, atau apabila rakyatnya tidak percaya kepada Soekarno, tidak akan mungkin ratusan ribu massa ini akan bubar dengan tertib. Jadi rasa saling percaya yang bertanggung jawab sepertinya kita kembali budayakan dalam kehidupan baik bermasyarakat maupun berbangsa dan bernegara.
Teruslah belajar sejarah, agar kita semakin paham bagaimana jati diri kita. Salam Jas Merah.
Referensi:
Buku:
Ricklefs,M.C. 2001. Sejarah Indonesia Modern 1200-2004. Jakarta: Serambi
Gouda, Frances. 2007. Indonesia Merdeka Karena Amerika?: Politik Luar negeri AS dan Nasionalisme Indonesia, 1920-1949. Jakarta: Serambi
Tim Nasional Penulis Sejarah Indonesia. 2011. Sejarah Nasional Indonesia: Zaman Jepang dan Zaman Republik. Jakarta: Balai Pustaka
Website:
https://historia.id/politik/articles/rapat-ikada-yang-direka-DnwV4/page/2